Kamis, 26 Februari 2009

Ketika Pemimpin (Lupa) Turun ke Bawah


Oleh : Efriyandi Junmaisal, ST


Tulisan ini didedikasikan kepada korban longsor Banjarnegara, Jember, dan korban banjir di Batam serta korban alam lainnya yang mengawali tahun 2006 lalu serta masukan bagi Wali kota Batam yang baru dilantik agar menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan tidak jatuh ke lubang yang sama.


Kita kilas balik terlebih dahulu beberapa kejadian yang terjadi mengawali tahun 2006 lalu, kejadian-kejadian tersebut sudah menelan ratusan jiwa, baik itu nasional maupun lokal Batam sendiri. Dimulai dari banjir bandang di Banjarnegara yang sampai saat ini menelan korban ratusan meninggal dan ribuan yang menderita luka-luka, lalu banjir longsor di Jember yang menelan korban sama banyaknya, sedangkan bencana alam yang terjadi di Batam baru-baru ini yaitu banjir yang melanda dibeberapa daerah sehingga menghambat warga yang beraktivitas pun ada korban bahkan kerugian materiil juga dialami warga.

Walau dikatakan semua kejadian diatas adalah kejadian alam, namun semua murni disebabkan oleh ulah manusia, karena alam yang diciptakan sebelumnya tidak membuat ulah, bahkan memberikan nilai manfaat bagi warga yang tinggal disekitarnya. Salah satu hasil investigasi sebuah stasiun televisi dalam suatu tayangannya terlihat hutan banyak ditebang tanpa ada upaya reboisasi.

Namun walau disebabkan oleh ulah manusia, faktor utama penyebab dari semua kejadian tersebut adalah ketika para pemimpin lupa turun ke bawah, yang cukup menunggu laporan dari bawahannya. Memang ada yang langsung turun, namun intensitasnya bisa dikatakan kurang, bahkan diadakan sekali dalam jangka waktu tertentu.

Saat ini sistem kepemimpinan kurang optimal berjalan, apakah ilmu kepemimpinan belum didapat atau karena dimanja oleh fasilitas yang dimiliki. Ada asisten, ajudan, ada staf ahli, dan lain sebagainya. Walau pemimpin tersebut dibantu dengan asisten-asisten yang kompeten, namun bukanlah menjadi penghalang bila sang pemimpin mau bekerja ke bawah, melihat fakta langsung ke bawah adalah suatu langkah yang tidak salah. Langkah ini juga sangat efektif membuat para asisten tersebut tidak akan main-main lagi dalam membuat laporan, apalagi kalau laporannya tidak benar maka sang asisten bisa dipecat dari jabatannya.

Sekarang menjadi pertanyaan, kenapa banyak asisten atau lainnya bisa membuat laporan fiktif, ada beberapa faktor yang memicu hal tersebut diantaranya :

Masa-masa Koalisi
Saat ini tampuk kepemimpinan memang dipimpin oleh satu orang, namun berhasilnya dia menjadi orang nomor satu tiada lain karena faktor dukungan beberapa partai. Saat ini baik ditingkat nasional, propinsi sampai daerah tidak ada calon yang memimpin hanya diusung satu partai tapi lebih dari satu, yang inilah dinamakan koalisi. Kejadian-kejadian yang terjadi ini bisa dimungkinkan karena koalisi-koalisi partai tadi, sehingga ada celah untuk saling menjatuhkan dan membuat hasil laporan sekadar ABS (asal bos senang). Adanya praktek koalisi berarti adanya pembagian jatah jabatan, nah pembagian jatah jabatan ini dimungkinkan adanya suatu konspirasi terselubung, apalagi kalau konspirasi tersebut mengkambinghitamkan pemimpin. Kalau partai koalisi tidak senang, bisa jadi ditahun yang berjalan mereka akan menarik dukungan. Kalaulah partai pendukung kemudian menarik dukungan alih-alih kabinet di reshuffle, sedemikian parahnya maka keefektifan roda pemerintahan lambat laun akan hilang. Ditahapan ini kerap akan terjadi saling tidak percaya pasca adanya reshuffle tadi.

Masa Budaya Korupsi
Hal hal lain yang memungkinkan terjadi ketimpangan pola kepemimpinan adalah karena masih adanya budaya korupsi yang mengakar, sehingga banyak laporan-laporan yang dibuat hanya/bila ada uang “makan”, kalau tak ada tugas tetap jalan tapi laporan dibuat fiktif. Kalau ada tugas pun, bahkan ditambah dengan uang jalan masih banyak juga laporan dibuat fiktif. Memang ada gerakan pemberantasan korupsi, namun sang pemain pun sudah lihai untuk memainkan perannya agar tidak tercium oleh KPK atau kepolisian. Nantinya ditahapan ini akan banyak agenda-agenda yang memboroskan uang tanpa ada kesesuaian dengan jadual yang dibuat, sehingga anggaran yang sudah dibuat pun masih bisa diperbaiki agar agenda “siluman” bisa diterbitkan.

Faktor-faktor tersebut hendaknya nanti harus diwaspadai oleh Walikota Batam ke depannya, karena bila tidak diwaspadai sangat mungkin akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang akan membuat runtuh roda pemerintahan, dan bila ini terjadi akan membuat massa diluar pendukung akan memanfaatkan untuk menjatuhkan sang Walikota.

Ada beberapa solusi dalam kesempatan ini penulis tawarkan kepada Walikota Batam yang insyaAllah bisa dijadikan langkah-langkah penanggulangan dan yang paling penting agar menyentuh kembali hati para pemimpin agar tidak lupa turun ke bawah, diantaranya :
1. Seorang pemimpin harus tahu apa yang dipimpinnya, siapa bawahannya, apa yang menjadi komitmen dan tugasnya.
2. Tidak ada salahnya jika seorang pemimpin mau “hitam berjelaga” hanya karena sayang kepada warganya, menerapkan sistem reserse kepolisian dalam sidaknya, artinya pemimpin tersebut kalau sedang sidak tak perlu memakai baju dinas dengan ada tanda walikota didadanya, tapi bisa saja berpakaian lain yang tidak membuat warga tahu yang dihadapinya adalah pemimpin daerah.
3. Tidak terlena akan fasilitas yang disandang, karena fasilitas yang ada tidak harus mematikan jiwa keidealisan, mungkin dahulu sebelum jadi walikota dia menjadi aktivis, sering berbaur dengan masyarakat, ikut demo, orasi, dsb. Nah, jiwa ini jangan hilang saat sudah duduk dikursi empuk.
4. Mau berkorban apa saja untuk menegakkan kebenaran, bahkan jabatan & jiwa pun menjadi taruhannya, bahkan tidak harus menunggu bawahannya yang dulu menjadi korban. Memang jarang ditemui saat ini seorang pemimpin mau meninggalkan jabatannya kalau dia gagal, apalagi mengorbani jiwanya yang kalau dia pahami betul bahwa langkah tersebut merupakan langkah syahid dijalan Allah SWT, seperti cerita-cerita yang sering tampil ditelevisi, seorang komandan perang maju kehadapan bersama anak buahnya untuk bertempur
5. Positive thinking boleh diterapkan. Namun, silahkan saja pemimpin mengecek kebenaran laporan tersebut, apakah sudah tepat, cara ini jangan ketahuan oleh sang pembuat laporan, hal ini manfaatnya agar orang-orang yang ada disekeliling kita untuk membuat laporan lebih real lagi.
6. Setelah itu semua dilakukan, buatlah gebrakan-gebrakan yang akan membuat roda pemerintahan stabil, keseimbangan keuangan dengan daya dobrak juga harus diperhitungkan, buatlah kerja dengan skala prioritas, tidak melewati batas kemampuan, menempatkan segala pola kerja pada tempatnya, tidak hanya harus seimbang perhatiannya, karena walau perhatiannya seimbang tapi tidak melihat skala prioritas belum tentu pemerintahan bisa dikatakan berhasil dimata rakyat.

Yang paling penting solusi dari semua masalah itu adalah factor atau kunci utamanya yaitu agar para pemimpin jangan malu-malu untuk turun ke bawah, melihat rakyatnya langsung tanpa harus terus mengandalkan laporan dari bawahannya. Kesadaran yang timbul dari lubuk hati bahwa dirinya dipilih oleh rakyat semoga bisa mengalahkan kemalasan duduk dikursi empuk, tidak menunggu rakyat ditimpa kesusahan terlebih dahulu, tapi mencari solusi sebelum ada insiden yang menelan korban dan kerugian material. Perilaku ini sebenarnya sudah dilakukan zaman Rasulullah SAW dan sahabatnya, dimana pernah sahabat Umar Ra, yang saat itu menjabat sebagai Aamirul Mukminin keliling melihat kondisi rakyatnya, sehingga dikisah itu dia melihat ada rakyatnya menderita kelaparan, lalu diberikannya apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya yang susah tersebut.

Semoga kualitas kepemimpinan walikota kita sekarang lebih baik seperti apa yang diharapkan dari tulisan diatas. Semoga !!!




Efriyandi Junmaisal, ST
Trainer BAC Learning Centre

Read More......

Selasa, 24 Februari 2009

Jadilah Diri Anda Sendiri, Maka Anda Akan Bahagia

Sahabatku…
Sesungguhnya salah satu pintu masuk menuju kebahagiaan adalah, ketika kita menjadi diri kita sendiri. Keyakinan kita dengan potensi, bakat, kekuatan dan karakteristik yang ada pada diri kita, membuat kita merasakan keistimewaan dan keunikan yang kita miliki.

Janganlah ragu wahai sahabat, bila kita sudah menemukan bakat kita, sekalipun menurut orang lain adalah sesuatu yang “remeh”. Ketika kita menjadi diri kita sendiri, maka kita akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.

Jika Anda berkumpul dengan orang-orang yang pintar pada satu bidang, yang mana bidang itu bukan keahlian Anda, jangan Anda katakan pada mereka bahwa keahlian yang mereka miliki juga Anda miliki. Keinginan Anda hidup dibawah bayang-bayang mereka justru akan melemahkan kedudukan Anda. Mengapa? Karena hal itu jelas akan menghilangkan kelebihan yang ada dalam diri Anda. Anda hanya berkutat pada kekurangan yang ada pada diri Anda. Dan jelas pada akhirnya akan melemahkan Anda, membuat Anda tidak bisa melangkah lebih jauh, dunia ini terasa sangat sempit. Jack Trout dalam bukunya yang cukup mencerahkan, Differentiatie or Die, berkata tentang hal ini: “Jika Anda mengabaikan keunikan Anda dan mencoba untuk memenuhi kebutuhan semua orang, Anda langsung melemahkan apa yang membuat Anda ‘berbeda’.”

Jujurlah dan katakan pada mereka, “Maaf, ini bukan bidang saya. Saya bodoh pada masalah yang kini sedang kalian bicarakan. Saya tidak tahu, apakah keahlian saya dapat digunakan untuk membantu kalian atau tidak.” Ketika Anda memberitahukan kepada mereka bahwa keahlian Anda di bidang B bukan A, mereka akan lebih antusias kepada Anda. Mereka akan lebih percaya, salut dan bangga berteman dengan Anda. Percayalah kepadaku tentang hal ini. “Anda adalah sesuatu yang berbeda dengan lainnya. Tidak pernah ada sejarah yang mencatat orang seperti Anda sebelumnya dan tidak akan ada orang seperti Anda di dunia ini pada masa yang akan datang.” (Dr. Aidh Abdullah Al Qarni dalam bukunya, La Tahzan)

Wahai sahabatku…
Tidak ingin menjadi diri kita sendiri disebabkan oleh keinginan kita untuk mendapatkan pujian manusia. Kita ingin menjadi populer di mata masyarakat. Sebuah hasil penelitian psikologi menyebutkan: orang-orang yang ingin menjadi populer seringkali tidak jujur. “Dan mereka sendiri senang dipuji dengan amal yang mereka sendiri tidak mengerjakannya.” (QS. 3: 188).

Membuat diri terkenal, itu bukan tujuan hidup kita. Kita hanya disuruh berbuat sebaik mungkin. Jika niat kita sudah salah, maka hasilnya pun akan tidak maksimal. Jika niat kita ingin terkenal tidak segera terwujud, kita hanya bisa larut dalam kesedihan karena tujuan hidup kita sudah terkandaskan. Sedangkan tujuan itu sendiri adalah final kehidupan. Tidak ada lagi kehidupan sesudah gagal mencapai titik final.

Berbeda dengan orang yang menyesuaikan tujuan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah; kegagalan dalam menghadapi sebuah episode kehidupan dunia ini bukan berarti kegagalan segala-galanya. “Jangan berambisi mencari popularitas, karena tabiat tersebut adalah indikasi dari kekeruhan jiwa, kegelisahan, dan keresahan.” (Dr. Aidh Al Qarni).

Seburuk apapun karya kita dan sekecil apa pun prestasi kita, hargailah itu! Semua itu kita peroleh dari hasil kerja keras kita, hasil kejeniusan otak kita, dan hasil kreativitas kita.

Sungguh, alangkah berbahagianya orang yang mencari ridha hanya kepada Allah semata. Dia tidak ingin menjadi populer di mata masyarakat. Jika masyarakat tidak menghargai karyanya, itu hal biasa baginya. Karena Allah sendiri telah berfirman: “Kebanyakan manusia tiada mengetahui.” Artinya hanya sedikit saja manusia yang dapat memahami kebenaran. Namun, bukan berarti bahwa dirinya lebih hebat dan lebih suci dari orang lain. Dia telah mendengar firman Allah yang berbunyi: “Janganlah kalian mengklaim diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS. 53: 32).

Jika masyarakat menghargai karyanya, sekali-kali tidaklah ia menyombongkan diri. “Dan janganlah kalian (orang-orang beriman) berperilaku seperti orang-orang (kafir) yang keluar dari kampung halaman mereka dengan rasa angkuh dan bersikap riya kepada manusia.” (QS. 8: 47).

Sebuah kisah menyebutkan, seorang muslim yang fakir bernama Julaibib gugur dalam sebuah pertempuran melawan pasukan kafirin. Lantas Rasulullah SAW pun memeriksa orang-orang yang gugur dan para sahabat memberitahukan kepada beliau nama-nama mereka. Akan tetapi, mereka lupa kepada Julaibib hingga namanya tidak disebutkan, karena Julaibib bukan seorang yang terpandang dan bukan pula orang yang terkenal. Sebaliknya, Rasulullah ingat Julaibib dan tidak melupakannya; namanya masih tetap diingat oleh beliau di antara nama-nama lainnya yang disebut-sebut. Beliau sama sekali tidak lupa kepadanya, lalu beliau bersabda: “tetapi aku merasa kehilangan Julaibib!” Akhirnya, beliau menemukan jenazahnya dalam keadaan tertutup pasir, lalu beliau membersihkan pasir dari wajahnya seraya bersabda sambil meneteskan airmata: “Ternyata engkau telah membunuh tujuh orang musuh, kemudian engkau sendiri terbunuh. Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu.” Cukuplah bagi Julaibib dengan medali nabawi ini sebagai hadiah, kehormatan, dan anugerah.

Wahai sahabat…
Seperti Julaibib, tidak ingin menjadi orang terkenal dan terpandang. Seperti Julaibib, hidup menjadi dirinya sendiri. Seperti Julaibib, mengakhiri hidupnya dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Tidakkah kita ingin mendapatkan apa yang telah didapatkan Julaibib? (Imam Syamil)


Read More......

Melihat Kedisiplinan Kita

Saudaraku di jalan Allah,Hari ini kita masih dan terus meniti jalan dakwah ini dengan cinta dan harap.Cinta yang mengail beban-beban yang terkadang membuat luka.Harap yang tidak jarang membekaskan kekhawatiran kalau-kalau kita terjatuh.Dan kita bersyukur Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk menarik nafas menggerakkan tangan dan jari-jari kita. Hingga mouse yang tergenggam membantu kita untuk mengexplorasi nasihat-nasihat mutiara kesegaran dalam dunia maya ini.

Saudaraku yang dirahmati Allah ta'ala,
Hari ini berbagai cobaan dan tantangan hidup terus digulirkan-Nya guna membersihkan generasi ini dari kekesatan jiwa, dari hati-hati yang hampa. ALlah dengan kelembutannya mengkaruniakan kita pekerjaan-pekerjaan besar yang gunung-gunung gagah pun enggan menerimanya. Maka dengan kebeningan jiwa dan kesucian hatilah pekerjaan-pekerjaan mulia berkail amanah itu bisa kita tuntaskan. Akhi, begitu banyak kekuatan dan planning setan dalam emperlambat dan mangacaubalaukan erja dakwah kita. Sungguh tidak sedikit modal yang kita siapkan dalammenghajar segala bentuk kekufuran yang mereka promosikan. "Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan, yang dengannya kamu menggetarkan musuh-musuh Allah, musuh-musuhmu dan musuh yang tidak kau ketahui sedang Ia mengetahui." (QS alAnfal). Kekuatan Iman dan doa, keluasan ilmu dan tsaqofah, kejernihan jiwa dan ruh, hingga keperkasaan jasad dan strategi. Plus Disiplin.

Akhi, begitu banyak bagian dari modal-modal tempur kita telah peroleh atas izin-Nya. Belum sempurna memang, namun proses pematangan dan penempaan alamiah akan terus berjalan. "Am hasibtum an tadkhulul jannah ...al-Baqoroh:204" Belum jelas siapa dari kita yang lolos verifikasi amal di akhirat, yakin masuk surga? Sementara amal-amal kita belum seujung kuku dari kerja dakwah RasuluLlah SAW wa sahabat. Satu dari amalan yang menunjang kita dalam proses pengusungan kebangkitan Islam ialah sikap disiplin. Komit dengan waktu, komitmen dengan janji. Ialah sebuah kekuatan yang memaksimalkan kekuatan iman dan senjata doa yang dimiliki. Ialah pengiring dalam memantapkan keluasan ilmu dan tsaqofah kita. Disiplin mengajarkan kita beramal dengan ahsan profesional. Tanpanya barisan dakwah pun berantakan. Tanpa disiplin tujuan-sasaran-target dakwah melemah. Maka displin menjadi mutlak dimiliki setiap jundi-jundi fii sabilillah.

Saudaraku fillah, ketika Umar bin Khaththab ra mendisiplinkan warior-wariornya untuk selalu bersiwak dalam sebuah pertempuran, terjadilah percepatan kemenangan. Tika Khalid bin Walid ra mengatur barisan brimob dan infantrinya dalam Mut'ah dan Yarmuk dengan full kedisplinan, maka pasukan musuh yang sampai 10-60 kali lipat pun bisa terpukul parah. Disilplin yang diajarkan Rasulullah SAW ialah ketika sahabat dilarang merusak tanaman dan rumah ibadat dalam sariyah dan patroli, maka sahabat tidak merusak tanaman dan rumah ibadat. Ketika dilarang membuka surat perintah dalam 2 hari perjalan, maka sahabat tidak membuka surat perintahnya. Ketika intruksi Panglima SAW hanya mengintai, maka sahabat pun sekedar mengintai sekalipunberkesempatan membunuh.Bukanlah kedisiplnanRabbaniah itu seperti yangditampilkan oleh pasukan panah Muslim di perang Uhud.Bukan pula oleh sahabat yang membunuh saat masuk Rajab (bulan haram berperang) ketika perintah hanya sekedar berspionase. Bukan pula disiplin itu sikap yang hadir dalam diri Kaab bin Malik ra.Disiplin ialah sami'na wa atho'na. DIsiplin ialahmeresapi 'Waktu adalah pedang'. Disiplin bukan terlambat, terlebih menetang. Disiplin ialah tepat waktu, tepat sasaran. Nah, akhi sudahkah kita mewarnai kerja-kerja dengan kedisplinan?

Suatu hari rasulullah punya janji meeting dengan seseorang di suatu tempat. RasuluLlah datang on time bahkan menunggu seharian guna menunaikan janjinya. Dalam memenuhi hak istri-istrinya pun Rasul melakukannya dengan disiplin. RasuluLlah sangat menekankan agar umatnya tepat waktu dalam menunaikan sholat jamaah. Sebab sholat jamaah dimulai dari panggilan adzan hingga penutupan salam sholat memberikan sebuah tarbiyah indhiba' (pembinaan kedisiplinan). Dalam memenuhi hak istri-istrinya pun Rasul melakukan dengan disiplin. Entah bagaimana jadinya jika Fathu Makkah, tidak terlaksana sesuai jadwal waktu yang diplanningkan. Seorang sahabat ra yang ditugaskan menjaga pasukan berinisiatif mengisinya dengan sholat, tiba-tiba panah melesat dan menancap di tubuhnya. Namun ia terus melanjutkan sholatnya karena keengganan memutus bacaan sholatnya yang begitu terkhusyukkan, hingga panah berikutnya mampir lagi. Kita melihat betapa ia sangat khusyu dan taqorrub, namun dari segi askariyah/militer, barangkali panah tersebut merupakan teguran Allah atas kelalaiannya menjaga. Bagaimanakah kiranya saat ia sholat kemudian satu kompi pasukan kufar menerobos lewat posnya sementara ia sedang asyik sholat hingga tidak sempat memperingatkan pasukan muslim yang lain. Entah apa akibat yang diperoleh muslimin saat menghadapi tentara salibis dalam perang salib, jika saja Shalahuddin tidak menerapkan kedisiplinan dalam penjagaan dan qiyamul lail tentaranya.

Saudaraku, suatu hari dalam acara rihlah, para ikhwan berangkat dengan sebuah mobil bus, dan ketika ikhwan menaiki bus tersebut, mereka berebutan kursi hingga Imam Hasan alBanna membatalkan rihlah tersebut demi melihat kejadian tersebut. Maka bagaimanakah dengan kedisiplinan kita akhi? Bagaimanakah dengan komitmen kita terhadap kerja dakwah? Terhadap janji dan ketepatan waktu kita?

"Insya Allah jam 09.00 kita rapat, setuju?". "Setuju".

Besoknya,"Afwan,ana terlambat 30 menit."

"Afwan ana ada urusan mendadak."

"Afwan tadi sedang fotokopi, jadi terlambat."

"Afwan ..."."Ya, baiklah kita buka rapat pukul 10.00. Pekan depan jam 10.00 kita mulai."

Pekan depannya,"afwan ...."

"Ok akhi kita buka acara kita jam 11.00."

"Gimana laporan amal kerja dakwah antum, hari minimal 90% selesai yah?!"

"E... afwan ana sudah 60%."

"Ana baru 30%, afwan ya akhi.."

Barangkali cuplikan dialog singkat pernah kita jumpai akhi, atau sering dijumpai? Lihatlah ketika ikhwah membuat acara seminar atau pengajian atau sejenisnya. Di pamplet/publikasi terpampang acara di mulai pukul 08.00, pada hari H dengan berbagai kendala acara dimulai pukul 09.00 waktu setempat. Dalam undangan rapat tertulis jam 13.00, akhirnya demi menunggu keterlambatan satu-persatu personil, rapat dimulai jam 14.00 Lalu apa yang membedakan kita dengan masyarakat ammah.

Akhi, apa yang bisa kita qudwah-kan kepada masyarakat kita kalau ternyata komitmen kita terhadap waktu dan kerja dakwah sama lembeknya dengan mereka. Bukankah kita kader dakwah, selalu menggaungkan uswatun hasanah RasuluLlah SAW. Dimana kedisiplinan kita akhi ...

Akhi, ana pernah dalam satu hari menghadiri 4 acara rapat planning dakwah kampus plus liqoat (diisi). Dari rapat yang dihadiri 'pejabat tinggi' kampus sampai rapat kepanitian kecil, semuanya terlambat dimulai. Plus liqoat yang hampir setiap pekannya terlambat. Jika guru kencing berdiri maka murid kencing berlari. Seorang ulama pernah berkata :Jika ulama terbiasa dengan yang mubah, maka umat biasa dengan yang makruh. JIka ulama terbiasa dengan yang makruh, maka umat terbiasa dengan yang syubhat. Jika ulama biasa dengan yang syubhat maka umat terbiasa dengan yang haram, Jika ulamanya melakukan yang haram, maka umat pun menjadi kafir."

Sebuah gambaran standar posisi guru dan murid. Dua rapat pleno yang membahas grand design dakwah kampus, semua terlambat datang kecuali seorang akhwat. Ana sendiri terlambat 3 menit, pun dengan mati-matian tepat waktu, sampai berlari-lari menuju ruangan,... eh taunya 'para petinggi' belum satu pun yang nongol. Bagaimana kader di bawah atau objek dakwah bisa disiplin jika gurunya saja ....

Ketika ana mengawal ustadz Anis Matta Lc jaulah keliling Sulsel, dalam satu pagi rombongan ba'da subuh jalan-jalan menghirup udara fresh paginya Pare-pare. Ana mencuri tanya kepada beliau tentang kedisplinan. Beliau mengatakan ada 2 hal yang membuat seseorang terlambat, pertama karena kemalasan, kedua karena kesibukan aktivitas dakwah yang padat. Yang berbahaya dan berpengaruh negatif terhadap kinerja dakwah ialah yang pertama.

Akhi, ada 2 kekhawatiran ana terhadap fenomena ketidakdisiplinan ini, ialah :

1. Memperlambat pencapaian target/kinerja dakwah. Jika kita terbiasa terlambat, maka kebiasaan ini pun menular pada kerja-kerja lainnya. Apalagi jika terlambat karena kemalasan. Jika kita punya jadwal rapat jam 08.30, ba'da subuhnya kita berdzikir, mandi dan bersih-bersih. Jam 07.00-08.00 sarapan + nonton berita, 08.00-08.20 pergi memfotokopi berkas lanjut perjalanan ke tempat tujuan rapat 08.20-08.45. Bertemu dengan ikhwah dan mengatakan afwan tadi sedang fotokopi jadi terlambat. Sementara jasa fotokopi sudah buka pukul 07.00!!! TIdak heran dalam rapat Grand Design dakwah kampus ana terkekeh kecil dalam hati mendengar target-target waktu pencapaiannya. Dan terbukti, tidak ada yang memenuhi target. Lamban bin lambat.

2. Dosa. Kita bersepakat berkumpul jam 10.00 dalam sebuah acara. Saat hari H ana punya cucian yang selesai jam 10.30 atau mengerjakan laporan praktikum yang akan selesai jam 10.45. Namun demi memenuhi janji ana menunda pekerjaan ana untuk datang pada janji I, berkumpul jam 10.00. Dan ternyata mereka terlambat dan acara dimulai jam 11.00. Kalaulah sebelumnya disepakati jam 11.00 niscaya sekian pekerjaan telah selesai, dan ana hanya bisa menunggu sambil mengingat PR-PR yang bertumpuk. Ana melihat ini sebagai aktivitas penzholiman terhadap saudara. Dan masih banyak kejadian sejenis sebagai bentuk penghargaan terhadap waktu yang bagitu 'sederhana'.

Hup. Akhi, antum punya solusi? Afwan sudah jam 04.30 dan ana mulai ngantuk. Kita nyambung di lain kesempatan...

BRIGADE - 01/Nugra S

Read More......